Begitu pentingnya shalat yang khusuk, bukan hanya pada fisiknya, tetapi juga hatinya. Karena dengan shalat yang khusuk, kita akan mendapatkan banyak keutamaan di dalamnya. Ada beberapa langkah yang dapat membantu kekhusukan dalam shalat.
- Menghadirkan Hati dalam Shalat
Artinya, megosongkan hati dari hal-hal yang mengusiknya. Pendukung dalam menghadirkan hari, adalah hasrat. Jika ada hasrat yang hendak mengusik hati, maka tidak ada jalan lain kecuali mengembalikan hasrat itu kepada shalat.
Pengalihan hasrat ini dapat menguat dan juga melemah, tergantung pada kekuatan iman terhadap akhirat dan pencelaan terhadap dunia. Jika seseorang merasa hatinya tidak hadir dalam shalat, maka itulah indikasi lemahnya iman. Karenanya Allah SWT berfirman, yang artinya,”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah:45-46)
Ibnu Taimiyyah mengatakan “Usaha seorang hamba untuk memikirkan yang dia ucapkan dan ia perbuat, memahami bacaan, dzikir dan doa, menyadari bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah, yang seakan-akan ia melihat-Nya, semua ini muncul karena kekuatan iman semata. Perasaan bahwa engkau sedang beribadah kepada Allah seakan-akan engkau dapat melihat-Nya, kalaupun tidak dapat seakan-akan melihat-nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Kemudian selagi engkau merasakan manisnya shalat, maka semua ini akan menciptakan konsentrasi hanya kepada shalat.”
Lalu beliau mengatakan,”Faktor kedua (agar khusuk) ialah menghilangkan penghalang, dengan berusaha menyingkirkan segala hal yang menyibukkan hati, seperti hal-hal yang tidak berfaedah dalam ibadahnya, memikirkan hal-hal yang dapat mengalihkan dari tujuan shalat. Semua ini menjadi penghalang bagi hamba yang sedang menunaikan shalat. Banyaknya bisikan hati tergantung pada banyaknya syubhat dan syahwat serta ketergantungan hati kapada kepada hal-hal yang disukai, yang mendorong hati untuk mencarinya. Seorang hamba yang kuat, ialah yang berusaha menyempurnakan konsentrasi hati. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah semata.
Ibnu Katsir menyatakan,”Sesungguhnya kekhusukan dalam shalat itu hanya dapat dicapai oleh orang yang mengkonsentrasikan hatinya untuk shalat dan disibukkan oleh shalat, serta ia tidak memperhatikan yang lainnya, sehingga ia lebih mengutamakan shalat dari amalan yang lain.
Di dalam ringkasan Minhajul Qashidin, diterangkan,”Ketahuilah bahwa shalat itu mempunyai rukun, yang wajib dan yang sunnah. Sedangkan ruhnya adalah niat, ikhlas, khusuk dan keterlibatan hati. Shalat itu meliputi dzikir dan munajat. Sebab, ucapan yang tidak selaras dengan apa yang terkandung di dalam sanubari, kedudukannya sama dengan igauan. Perbuatan pun juga tidak menghasilkan apa-apa. Sebab, jika tujuan berdiri itu adalah pengabdian, tujuan rukuk dan sujud adalah ketundukan dan pengagungan, sementara perbuatan tersebut sama sekali tidak diiringi dengan kehadiran hati, maka tujuan itu pun tidak tercapai. Jika perbuatan keluar dari maksudnya, maka ia laksana gambar yang tidak bermakna. Allah SWT berfirman, yang artinya,”Daging-daging unta dan darahnya sekali-kali tidak dapai mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakutan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya.” (QS. Al-Hajj:37)
Maksudnya adalah, yang sampai kepada Allah adalah sifat yang menguasai hati, yang mendorong mengikuti perintah yang diwajibkan. Jadi harus ada keterlibatan hati dalam shalat, sekalipun Allah memberikan kelonggran saat tiba-tiba saja lalai. Sebab kehadiran hati pada permulaannya akan terus berpengaruh terhadap saat-saat setelahnya.”
- Memahami Makna-Makna dan Ucapan
Hal ini termasuk pendukung yang dapat mengkhusukkan hati setelah menghadirkan hati. Kadang kala hati memang hadir mengiringi setiap ucapan, tapi tanpa makna. Maka pikiran harus dikonsenrtasikan untuk memahami maknanya, dengan menyingkirkan lintasan pikiran yang memotong objeknya. Sebab, jika objeknya tidak segera dipotong, lintasan pikiran pun tidak akan hilang.
Objek di sini dapat diartikan sebagai objek lahir dan batin. Yang lahir adalah apa saja yang dapat mengganggu penglihatan dan pendengaran. Yang batin justru lebih berat, seperti yang disibukkan oleh berbagai hasrat dan pikirannya yang mengelana.
Ibnul Qayyim mengatakan ,”Ada satu hal yang ajaib, yang dapat diperoleh orang yang merenungi makna-makna Al-Quran. Yaitu keajaiban-keajaiban asma dan sifat Allah. Itu terjadi tatkala ia menuangkan segala curahan iman dalam hatinya, sehingga ia dapat memahami bahwa setiap asma dan sifat Allah itu memiliki tempat (bukan dibaca) di setiap gerakan shalat. Artinya, bersesuaian. Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan apabila ia bertakbir, ia ingat akan ke-Maha Agungan Allah.”
Memahami makna dan ucapan dalam shalat dapat mewujudkan adanya rasa pengagungan terhadap Allah SWT. Sementara mengagungkan Allah daan takut kepada-Nya dapat menghasilkan dua hal: pertama, mengetahui keagungan Allah dan kebesaran-Nya. Kedua, kehinaan dirinya dan kedudukannya sebagai hamba, sehingga dapat menghasilkan ketenaran dan kekhusukan.
Rasulullah SAW bersabda,”Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika tidak bisa, maka yakinlah bahwa Allah melihatmu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
- Jauhkan Diri dari Hal yang Menyibukkan Hati.
Termasuk hal ini, adalah shalat ketika makanan sudah dihidangkan; atau shalat ketika sedang menahan buang air kecil atau besar. Nabi bersabda “Janganlah salah seorang di antara kamu shalat, ketika makanan dihidangkan, atau ketika menahan buang air”. (HR. Muslim)
Diriwayatkan dalam hadist Bukhari dan Muslim, bahwa Ibnu Umar pernah dihidangi makanan saat itu adzan berkumandang, namun beliau terus saja makan sampai selesai. Padahal beliau sudah mendengar suara bacaan imam.
Diantaranya lagi, memandang (ketika shalat) sesuatu yang merusak konsentrasi. Dari Anas bin Malik ra diceritakan, bahwa ‘Aisyah memiliki kain korden berhias yang menutupi sebagian tembok rumahnya. Maka Rasulullah SAW bersabda,”Singkirkan korden itu, sesungguhnya gambar-gambarnya it uterus terbayang dalam diriku di waktu shalat”.(HR. Bukhari)
Imam Ash-Shan’ani berkata,”Sesungguhnya hadist itu mengandung larangan terhadap segala hal yang dapat mengganggu shalat. Baik itu ukiran-ukiran, hiasan-hiasan dan lain-lain”.
- Memelihara Tuma’ninah
Artinya, adalah ketenangan dan tidak terburu-terburu dalam shalat. Allah berfirman, yang artinya,”Dan apabila kamu sudah tenang, mak dirikanlah shalat.” (QS. An-Nisa’:103)
Ayat diatas jelas mengisyaratkan, bahwa ketenangan adalah faktor vital dalam shalat yang harus diperhatikan. Sehingga ‘keharusan’ shalat bagi seorang mukmin di saat-saat berperang dengan orang-orang kafir, dilakukan ketika ia sudah kembali tenang.
Hal ini juga dipahami dari hadist tentang orang yang melakukan shalat tetapi serampangan, yang kemudian dikoreksi oleh Nabi. Bahkan orang tersebut diminta mengulangi shalatnya.
Abu Hurairah ra bercerita,”Ada seorang laki-laki masuk masjid, lalu ia shalat, sedangkan Rasulullah SAW berada di sisi masjid, mak dia datang (kepadanya) dan memberi salam kepadanya, maka beliau menjawabnya sambil berkata, ‘Waalaikas salaam, kembali dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat’. Maka ia kembali dan shalat kemudian memberi salam , ia berkata,”Wa’alaikas salaam, kembali dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat’. Pada yang ketiga kali ia berkata,’Ajarkanlah kepadaku”. Maka Nabi bersabda,”Apabila engaku akan melaksanakan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah, dan bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Quran kemudian rukuklah sehingga benar-benar rukuk, kemudian angkatlah kepalamu sehingga engkau benar-benar berdiri, kemudian sujudlah dengan benar-benar sujud, kemudian engkatlah (tubuhnya) sehingga rata dan benar-benar duduk, kemudian sujudlah dengan benar-benar sujud, kemudian angkatlah sehingga benar-benar berdiri,berdiri, kemudian lakukan semua itu di shalatmu seluruhnya”.(HR. Bukhari dan Muslim).
- Ingatlah Mati Ketika Shalat
Nabi SAW bersabda,”Ingatlah mati ketika engkau shalat. Karena seseorang yang ingat mati ketika shalat, maka hal itu dapat mendorong untuk menyempurnakan shalatnya. Dan shalatlah sepeti shalatnya seseorang yang meyakini bahwa ia tidak akan shalat lagi –mati”. (Hadist ini dihasankan oleh Albani dalam Silsilah Al-Hadist Ash-Shahihah, 1421)
Rasulullah SAW bersabda,”Apabila engkau melakukan shalat, maka shalatlah kamu dengan shalatnya orang yang akan meninggalkan alam fana”.(HR. Ibnu Majah dan Ahmad, hasan).
Maksudnya, adalah seperti shalatnya orang yang rindu untuk berjumpa kepada Allah, bukan shalatnya orang yang terpesona dengan dunia, yang menjadikan dunia dan segal kesibukkannya sebagai bayangan yang selalu terukir dalam benak.
Semoga beberapa kiat ini dapat memperbaiki kualitas shalat kita, menghiasi dan menyempurnakan dengan kekhususan, sehingga menjadi mukmin yang penuh keberuntungan, dunia, dan akhirat. Wallahu a’lam.
Attachment: Langkah Menuju Kekhusukan.doc